Shalahuddin Al-Ayyubi merupakan sosok yang ada setelah berabad-abad setelah Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam meninggal. Sehingga dalam hal ini menunjukan bahwa seseorang mampu mengaplikasikan sifat yang dicontohkan oleh Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam walaupun telah lama meninggal. Hal yang membuat Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi sosok yang menarik untuk di angkat kembali dalam cerita adalah karena beliau telah berhasil menaklukan tiga kota suci Al Maqdis atau kota Yarusalem.
Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari klan Ayyubi. Al-Ayyubiyun merupakan nama sebuah klan sebuah keluarga di suku Kurdi, sebuah suku yang hingga saat ini tidak memiliki Negara sendiri. Bangsa Kurdi merupakan suku yang tidak diterima di Irak maupun Turki. Al-Ayyubiyun adalah mereka yang berasal dari keturunan Ayyub bin Syadi yang dinyatakan sebuah keluarga terhormat” (Ash-Shalabi, 2015, h.292).
Masa Remaja Shalahuddin Al-Ayyubi
Shalahuddin Al-Ayyubi lahir di Benteng Tirkit, pada saat itu ayah Shalahuddin yaitu Najmuddin Ayyub memiliki jabatan penting di benteng tersebut. Namun kelahiran Shalahuddin bertepatan dengan diperintahkanya keluarga Ayyub untuk meninggalkan benteng tersebut. Hal itu dilakukan oleh penguasa benteng tersebut guna menjaga keluarga Najmuddin dari upaya balas dendam karena paman Shalahuddin yaitu Asaduddin Shirkuh telah membunuh salah satu komandan Benteng Tirkit. Latar belakang pembunuhan tersebut dilakukan oleh paman Shalahuddin karena telah terjadi pelecehan yang dilakukan oleh komandan benteng tersebut kepada seorang wanita yang meminta pertolongan kepada Shirkuh.
Ketika terjadi pengusiran terhadap keluarga Ayyubi, Najmuddin Ayyub yang merupakan ayah dari Shalahuddin merasa pesimis terhadap kelahiran Shalahuddin Al-Ayyubi, beliau sempat memiliki niat untuk membunuh Shalahuddin Al-Ayyubi ketika bayi karena menganggap kelahiran Shalahuddin merupakan pertanda yang tidak baik. Namun niat Najmuddin urung ketika salah seorang pengikut Shalahuddin mengingatkanya.
Keluarga Ayyub pindah menuju Mosul, di kota tersebut keluarga Shalahuddin disambut oleh penguasa Mosul yaitu Imaduddin Zanki dan mengalokasikan tanah untuk keluarga Shalahuddin untuk mereka tempati. Keluarga Shalahuddin berkembang di kota tersebut, dan tidak lama kemudian ayah dan paman Shalahuddin diangkat kedalam jajaran komandan pilihan penguasa Mosul.
Shalahuddin dalam perkemebanganya banyak belajar mengenai keikhlasan dan memiliki sikap yang tajam terhadap Agama, pengorbanan serta cara bermunajat kepada Allah dalam shalat terlebih dalam waktu berperang yang ia peroleh melalui Sultan Nuruddin Zanki. Beliaupun mempelajari bahkan mewarisi sifat keemimpinan dalam perencanaan yang Islami, dan mempelajari bagaimana menghadapi golongan-golongan sesat seperti golongan Syiah dan perluasan daerah jajahan kaum salibis.
Imaduddin Zanki penguasa Mosul telah gugur, maka Nuruddin Mahmud Zanki sebagai anak dairi Imaduddin inilah yang selanjutnya memegang kekuasaan, hal itu tidak lepas dari bantuan keluarga Ayyubiyun. Pada masa kekuasaan Nurrudin, beliau berhasil menggabungkan Damaskus, dan menaklukan Belek pada tahun 534 H (1140 M) dimana kemudian Imaduddin mengangkat Najmuddin sebagai gubernurnya. Damaskus menjadi tempat dimana Shalahuddin menghabiskan masa kecilnya dan tumbuh menjadi remaja yang gemar mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan Islam,berlatih seni berperang, berburu, belajar memanah dan berbagai kebutuhan pokok kepahlawanan lainya (Ash-Shalabi, 2015).
Pada tahun 546 H, pasukan salib menyerang Sahlul Biqa’ (lembah Beka’) merupakan kawasan pertanian yang paling subur di Libanon. Pada peperangan itu, pasukan salib mendapatkan perlawanan sengit dari Najmuddin dan Shirkuh. Mereka berdua memenangkan pertempuran dan menjadikansebagian dari pasukan salib sebagai tawanan. Dan di tahun ini pula Shalahuddin memutuskan untuk mengabdikan diri dibawah pamanya, Asaduddin Shirkuh.
Shalahuddin terus mengalami kemajuan sehingga Nuruddin Zanki menaruh kepercayaan kepadanya dan menjadikan Shalahuddin sebagai orang terdekatnya. Shalahuddin belajar tentang permasalahan Negara, pungutan-pungutan serta jaminan-jaminan melalui pamanya, Disisi lain Ibnu Al-Furat mejelaskan bahwa Shalahuddin masih dalam asuhan orang tuanya karena usianya yang masih sangat muda. Namun ketika Nuruddin berkuasa di Damaskus, Najmuddin mengharuskan putranya untuk mengabdi kepadanya. Lalu Shalahuddin belajar mengenai jalan kebaikan, perbuatan makruf, ijtihad dalam perkara-perkara jihad dari ayahnya.
Kemudian Shalahuddin pergi bersama pamanya Asaduddin Shirkuh ke Mesir, dimana negri itu adalah negri kekuasaan pamanya. Shalahuddin melakukan beberapa pekerjaan disana dengan penuh perhatian, pemikiran yang lurus dan kebijakan yang baik.
Selama masa kepemimpinan ayah Shalahuddin di Belbek, beliau banyak mempelajari tentang ilmu-ilmu keislaman dan berbagai teknik peperangan. Selain itu Shalahuddin juga pandai menguasai permainan Al-Jukam, permainan itu seperti permainan olahraga polo, dimana ada sebuah bola ditengah lapangan sambil menunggang kuda para pemain memperebutkanya untuk membawanya ke garis akhir.
Shalahuddin dalam perkembanganya pun banyak belajar mengenai keikhlasan tanpa pamrih dan perasaan yang tajam terhadap persoalan Agama, pengorbanan serta cara bermunajat kepada Allah dalam shalat terlebih dalam waktu berperang yang ia peroleh melalui Sultan Nuruddin Zanki. Beliaupun mempelajari bahkan mewarisi sifat keemimpinan dalam perencanaan yang Islami, dan mempelajari bagaimana menghadapi golongan-golongan sesat seperti golongan Syiah dan perluasan daerah jajahan kaum salibis” (Shalabi, 2015, h. 225).
0 comments:
Post a Comment