Memberi utang hukumnya sunnah, karena mengandung suatu kebajikan yaitu menolong orang-orang yang sedang ditimpa kesukaran. Dan menolong orang dalam keadaan demikian sangat diutamakan oleh agama.
"Hai orang-orang yang beriman. Bila kamu tealh melakukan utang piutang hingga waktu yang ditentukan, maka tuliskanlah hutang itu, dan hendaklah menuliskan seorang jurutulis di antaramu menurut yang seadil-adilnya, dan jurutulis tidak boleh engan menuliskan." ( Al-Baqarah: 282 )
MENGAMBIL MANFAAT UTANG
Orang yang memberi utang (muqridh) diperbolehkan mengambil manfaat barang yang diutangkanya asalkan bukan datang dari dia dan tidak pula merupakan perjanjian sebelumnya, akan tetapi semata-mata kerelaan dari yang berutang.
Dari Abu Rafi'i r.a. bahwa Rasulullah s.a.w pernah berutang seekor unta gadis (umur 3 tahun) kepada seorang laki-laki, lalu dibawa kepada beliau seekor unta yang biasa untuk berzakat, maka aku disuruh Rasulullah supaya membayar untuk laki-laki itu (yang telah memberi utang tadi), dengan unta gadis pula, aku menjawab: "Tidak aku peroleh waktu itu melainkan unta yang lebih baik yang berumur empat tahun, maka berkata Rasulullah: "eikanlah kepadanya unta itu, sesungguhnya sebaik-baiknya manusia, ialah orang yang lebih dalam membayar hutang." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdillah bin Abi Rabi'ah r.a. ia berkata: Pernah Rasulullah s.a.w. berutang dengan aku sebanyak empat puluh ribu (dinar atau dirham). Lalu datang kepadanya (orang memberikan) uang, maka diberikannya uang itu kepadaku, dan ia berkata: "Mudah-mudahan Allah memberi berkah pada keluarga dan harta engkau. Hanya balasan pinjaman ialah puji-pujian (terima kasih) dan mengembalikannya." (H.R. Nasai)
Dari dua hadits tersebut didapaklah satu pengertian, bahwa barang ataupun uang yang dipinjam hanya orang yang meminjam berhak menerima sebanyak barang atau uang yang dipinjamkannya, kecuali kalau ditambah dengan suka rela dari yang meminjam.
Sumber:
Ahmad,Idris. 1986. Fiqh Syafi'i. Jakrta Timur: Karya Indah
0 comments:
Post a Comment